Masalah Dengan Herbal

Ada banyak dilaporkan penemuan ramuan alami, jamu tradisonal,  atau herbal yang dapat menyembuhkan diabetes. Sebagian dibagikan dalam bentuk tips dari mulut ke mulut. Sebagian dipasarkan dengan cara profesional layaknya dunia industri. Apakah herbal lebih baik dari obat obatan medis? Sebaiknya perhatikan hal hal sebagai berikut:

1. Dosis. Seorang dokter pernah bercerita tentang pasien diabetes yang mengkonsumsi daun salam sebagai herbal penurun gula darah. Rupanya sang pasien terlalu bersemangat meminum ramuan daun salam ini hingga harus dilarikan ke Rumah Sakit. Apa pasal? Ternyata laporan gula darah menunjukkan dia mengalami hipoglikemia, alias gula darah yang terlalu rendah. Tidak diragukan daun salam mampu menurunkan kadar gula darah dalam tubuh, masalahnya berapa dosis, berapa lembar daun salam yang layak dikonsumsi dalam sehari agar gula darah anda berada dalam kisaran normal.

Masalah dosis ini yang menjadi sisi kelemahan obat obatan herbal, karena tak pernah pasti, berapa banyak yang sebenarnya dibutuhkan oleh tubuh. Dosisnya sering tak pernah terukur dengan akurat.

2. Kecocokan. Ya, apakah sebuah herbal yang cocok bagi seseorang, cocok juga untuk orang lain? Belum tentu. Kayu manis dilaporkan memberi perbaikan kepada kinerja gula darah pada banyak penderita diabetes. Tapi sebagian yang lain menyatakan tak ada perubahan apapun yang bisa dirasakan dengan mengkonsumsinya. Nampaknya tubuh masing masing orang unik, sehingga apa yang dirasakan bermanfaat bagi sebagian orang, belum tentu berlaku bagi orang lain.

3. Dapatkah diminum dengan obat dokter? Ini kerap dipertanyakan para peminat obat obatan herbal. Hanya ada tiga kemungkinan bagaimana peran herbal bila diminum bersamaan dengan obat dokter: mempercepat kerja obat, memperlambat kerja obat, tidak mempengaruhi apapun. Seringkali dokter pun tak punya jawaban untuk hal ini.

4. Ketersediaan. Bagi mereka yang mempunyai pekarangan, atau kebun yang luas, mungkin tidak terlalu pusing untuk menanam herbal jenis apapun yang bermanfaat bagi penderita diabetes. Atau bila kebetulan tinggal di luar kota dan dekat dengan hutan yang menyediakan berbagai herbal yang berkhasiat, anda cukup pergi ke sana, bukan? Masalahnya bagi mereka yang tinggal di perkotaan dan tidak punya lahan yang cukup untuk menanam herbal, akan lebih sulit untuk mengakses herbal yang dibutuhkan. 

5. Harga. Siapa bilang obat obatan herbal lebih murah dari obat obat konvensional? Kenyataannya obat obatan herbal sekarang telah diindustrialisasi dan dipasarkan luas dengan biaya promosi yang tidak sedikit. Akhirnya obat herbal yang tersedia di pasar menjadi lebih mahal dari obat obat yang diresepkan dokter. Obat obat racikan dan jamu yang telah dikemas juga tidak bisa dibilang murah. Akhirnya maksud hati berhemat, malah jatuhnya lebih mahal.

6. Asing. Sering kali nama herbal yang diklaim berkhasiat terdengar asing di telinga kita. Ada Goji Himalayan, wah yang ini hanya tumbuh di pegunungan Himalaya, kali ya? Atau Noni Juice, nah yang ini sebenarnya buah mengkudu yang rasanya bikin mual itu. Lalu ada juga panax ginseng. Hmm, kebayang mahal. Walaupun berkhasiat, namun terasa jauh dalam jangkuan. Kalaupun ada, pasti harganya selangit.

7. Penelitian. Saat ini belum ada penelitian yang yang valid terhadap bahan bahan tradisional yang dianggap sebagai obat diabetes. Yang ada hanya klaim sepihak para pelaku industri yang lewat penelitian mereka menyatakan produk herbal mereka ampuh untuk memerangi diabetes, dilampiri dengan testimoni yang panjang panjang. Sangat sulit menemukan penelitian yang valid dan independen yang menyatakan sebuah herbal afektif dan aman untuk dikonsumsi penderita diabetes, lengkap dengan dosis yang dianjurkan.

Walhasil herbal yang diidamkan oleh para diabetik seyogyanya dapat dibuktikan khasiatnya secara ilmiah, dosis yang terukur, mudah ditanam/ didapatkan, tersedia sepanjang masa, dan kalau pun beli harus murah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar